Kepiting Rebus
Pukul setengah tiga pagi, usai sudah Pajamas Party atau mungkin lebih tepatnya pesta perayaan berakhirnya hubungan antara Saka dan Ghina sebagai sepasang kekasih yang digelar oleh ketiga sahabat. Cukup larut bagi seorang pelajar untuk menghabiskan waktu sampai saat ini, mengingat mereka masih harus menuntut ilmu saat pagi hari di sekolah. Hening, sunyi, dan tenang. Itulah yang Lala rasakan saat terbangun di kamar mewah milik Ghina. Kepalanya sedikit pening, mungkin karena faktor jam tidur yang kurang. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah bagaimana posisi kedua sahabatnya itu masih tertidur pulas tak beraturan. Lala tersenyum, ia melirik ke arah jam dinding yang terpampang di atas cermin. Ah, pukul lima pagi rupanya. Lala beranjak dari kasur, melangkahkan kaki mungilnya menuju kamar mandi, bersiap, karena ia tahu bahwa hari ini dirinya harus berangkat ke sekolah. Setelah selesai, Lala kembali melihat kedua sahabatnya masih tertidur dengan posisi yang sama, tidak berubah sedikitpun. Dirinya menggeleng, pasalnya waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Lala memang terbiasa bangun dini hari, kebiasaan itu telah ia terapkan sedari kecil, cukup aneh rasanya jika ia masih tertidur jam segini. Lala mencoba membangunkan Jeje dan Ghina dengan perlahan. Hasilnya? Nihil. Dengan cara yang keras saja belum tentu mereka bangun, apalagi dengan cara lemah lembut seperti ini, jangan harap kedua gadis itu dapat terbagun. Sekali lagi Lala mencoba, kali ini ada peningkatan. Jeje mulai membelalakan matanya, Ghina juga memberi reaksi yang sama. Lala tersenyum puas, ya setidaknya, usahanya tak sia-sia.
“Bangun, mandi cepet, kita berangkat sekolah,” tegur Lala.
“Hah? Ini jam berapa?” tanya Jeje yang masih setengah sadar.
“Enam,” balas Lala singkat.
“Gila lo! Ngapain bangunin gue jam segini? Kita aja masuk jam delapan, gue masih ada waktu sejam lagi buat tidur.” Ghina mengoceh, dirinya langsung memasang kembali selimut di genggamannya, berencana kembali tertidur.
“Kok tidur lagi sih? Pantesan kalian berdua suka telat, jam segini masih tidur. Dari rumah Ghina ke sekolah emang cuma semenit? Lagian kalau bangun jam segini biar prepare nya juga gak buru-buru,” tutur Lala panjang.
“Bawel lo ah! Kayak Kak Danta aja,” ceplos Ghina yang lagi-lagi terbalut selimut.
Lala tak mau melanjutkan debat lebih jauh, tak ada habisnya jika ia menanggapi debatan mereka. “Aku izin ambil minum ke bawah ya Ghin? Tapi kalian jangan tidur lagi, aku tinggal ya,”
“Mmmm,” racau Jeje dan Ghina bersamaan.
___
Sepanjang perjalanan ke dapur, ada pemandangan lain yang ia jumpai. Tidak asing, tetapi mampu menarik perhatiannya. Danta sedang tertidur pulas di ruang baca. Perlahan ia dekati pria itu, memperhatikan dengan gemas bagaimana sang adam tertidur. Tangannya dikerahkan ke bagian pundak pria yang pernah ia jadikan tempat sandaran. Danta tersontak lalu mengusap wajahnya lembut.
“Ketiduran kak?” tanya Lala penasaran.
“Oh, haha iya. Biasanya emang kalau aku lagi males di kamar, suka baca buku di sini, jadi ketiduran deh,”
Lala mengangguk, memperhatikan sekitar. Rumah ini dapat dikatakan cukup sepi bahkan cenderung sunyi. Berbeda dengan miliknya yang kalau jam segini, mungkin sudah ramai dengan lalu lalang adik-adiknya yang bersiap pergi sekolah.
“Kenapa La?”
“Tante masih tidur?”
“Mamah? Gak pulang, La. Emang biasanya jarang pulang sih, kenapa nyariin? Mau kenalan sama calon mertua?”
Demi tuhan, wajah Lala mulai memerah sekarang. Jika disandingkan dengan kepiting rebus, atau tomat, mungkin ia akan mendapat julukan itu sekarang. Danta tersenyum gemas, ia bisa melihat bahwa gadis di hadapannya sedang kebingungan sekarang, entah menahan malu, kaget atau sedang salah tingkah.
“Bercanda, La. Kenapa jadi merah gitu mukanya?”
“Hah? Nggak kak, Lala tinggal dulu ya ke kamar Ghina, mau ngecek mereka dulu, takutnya belum bangun hehe.” Lala bergegas menuju kamar Ghina. Masa bodoh dengan tujuan awalnya untuk menuntaskan dahaga, ia hanya ingin menyembunyikan wajahnya, menahan malu, pergi sesegera mungkin dari hadapan Danta. Sementara pria yang menyebabkan hal ini terjadi hanya menahan senyuman, menyembunyikan perasaan geli di dalam hatinya.