The Day

Aji berada di depan akses gudang tua yang dimaksud. Jujur saja, ia sedikit takut untuk masuk. Pasalnya, ia telah mengetahui maksud manusia yang berada di dalam sana.

Ceklekkk

“Bara, lo udah da.. loh? Aji?” Wanita yang berada di dalam pun terkejut, bukan pria ini yang ia harapkan untuk datang.

“Kenapa? Lo kaget?” sahut Aji menatap muak wajah wanita di depannya.

“Lo pikir gue gatau rencana lo ngajak abang kesini apa? Stupid.” sambungnya lagi.

“Gue gak paham maksud lo deh, lo ini kenapa?” Sementara, wanita tersebut masih berpura-pura polos guna menutupi aksi yang akan dilakukan.

“Oh, lo gak paham. Bisa jelasin ini?” Aji memutar rekaman suara tempo hari.


“Tas yang tempo hari gue titip ke lo itu, isinya voice recorder.”

“Hahaha sialan. Bisa-bisanya gue ketauan sama bocil kayak lo.” Raya tertawa remeh sembari berkacak pinggang, menatap langit-langit.

“Lo kenapa sih? Serius banget. I just wanna play with your brother.”

“Main?” tanya Aji bingung.

“Iya main. I can take you to the hell, dengan cara dan waktu sesuai yang kalian mau. Seru kan?” Raya mencoba menjelaskan Permainan yang akan ia lakukan.

“Berapa orang yang pernah lo ajak main kayak gini?”

“Eumm, Dua belas. I guess.. Why? Lo mau main sama gue juga? Hahaha.” Tawa yang terdengar mengerikan. Melengking dan berulang.

“Main? Dengan cara lo ngehabisin nyawa orang, itu lo sebut main? Orang gila.”

“No, it's not.”

“Apa yang lo mau dari abang?” tanya Aji mencoba mengulur waktu lebih lama lagi. Seseorang yang ia tunggu sedari tadi tak kunjung datang. Ia mulai cemas.

“Lo tuli? gue mau main sama abang lo. His blood is so sweet. And i like it.”

“Gue gak sengaja nyicip, waktu abang lo lecet di kampus hahaha. Tapi gue belum nyoba punya lo sih, mungkin lebih manis?”

Raya merogoh pistol dari saku celananya. Bersiap untuk membidik dan menghabisi pria di hadapannya.

🚨NIINUU NIINUU🚨

“Saudara Raya Anatasya, anda sudah terkepung. Letakkan senjata dan serahkan diri anda.” Di depan gudang tersebut sudah penuh dengan para polisi dan aparat yang berkumpul, kini Raya benar-benar terkepung.

“Hah? Ji, maksud lo apa?”

“Suprise, tadi katanya lo mau main kan?” Aji menyeringai saat apa yang ia telah tunggu dari tadi tiba.

“Brengsek.”

“Sekali lagi, saudara Raya Anatasya dimohon segera keluar dan serahkan diri anda.”

Aji bergerak mundur menuju pintu, langkah kaki itu ia gerakan sedikit demi sedikit. Membuka akses bangunan tua tersebut berniat meninggalkan wanita gila itu di dalam.

DOR

“Kalau gue gagal, lo juga gagal.”

Para aparat yang mendengar suara tembakan langsung bergegas menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut. Menangkap dan mengunci pergerakan pelaku penembakan hari ini. Menyita dan mengamankan semua barang bukti.

“Aji, maafin abang. Abang telat ya?” Arkan menangis sembari memeluk adik kost nya tersebut, menuntunnya masuk ke dalam mobil ambulance.

“Abang... ahh A-Aji berhasil kan? Hhh Aji berhasil jagain abanghh.” Aji merintih, menahan sakit akibat luka tembak yang tepat menembus jantungnya.

“Iya Ji. Tahan sebentar ya, Aji kuat.” Suara Arkan bergetar, tangisnya semakin menjadi ketika melihat kondisi adiknya tersebut.

Sang lawan bicara hanya tersenyum, merebahkan badan bongsornya kepada Arkan. Lemas, tak berdaya.